Mufarrihul Hazin kini sudah berhak menyandang gelar doktor. Perjuangan yang berat dan panjang harus ia lakukan untuk meraih predikat tertinggi di dunia pendidikan. Karena keterbatasan ekonomi keluarga, pria kelahiran Palembang ini mengaku pernah jualan koran di Jalan Cengger Ayam Malang untuk memenuhi kebutuhannya.
"Waktu itu, saya sudah membuat kesepakatan dengan orang tua, kalau mau kuliah harus biaya sendiri," kata Mufarrihul Hazin ini saat ditemui NU Online di Kantor Nusantara Educeter, Jumat (15/12).
Meski begitu, orang tua tetap menjadi motivasi utama dalam melanjutkan pendidikan. Kini perjuangan panjangnya berbuah manis pada akhir perkuliahan dengan meraih gelar doktor di usia 26 tahun. Pria mantan penjaga toko ini, mengaku biaya penelitian untuk desertasinya mendapatkan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI.
Doktor termuda di bidang manajemen pendidikan Universitas Negeri Surabaya ini dalam desertasinya mengangkat tentang kebijakan pendidikan karakter di perguruan tinggi. Karena menurutnya selama ini pendidikan karakter hanya terfokus pada pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas.
Farih mengatakan mahasiswa tidak hanya sebagai agen intelektual, tapi agen sosial. "Karena mahasiswa nantinya akan kembali kepada masyarakat dan dunia kerja, maka dari itu dibutuhkan penguatan pendidikan karakter," kata pria yang kerap diundang sebagai motivator di berbagai lembaga.
Maka ada beberapa karakter yang harus diberikan kepada mahasiswa. Pertama karakter kepedulian. Menurut pria kelahiran 1991 ini, mahasiswa harus ditanamkan kepedulian pada lingkungan dan sesama. "Ketika mereka bergabung dengan masyarakat maka kepedulian inilah karakter yang dibutuhkan di masyarakat," ujar Wakil Sekretaris PW IPNU Jatim ini.
Kedua karakter fleksibelitas dan adaptabilitas, artinya mahasiswa dituntut untuk beradaptasi. Kondisi masyarakat sekarang ini sangat beragam, maka dari itu, mahasiswa harus berada di dalam untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri.
Ketiga mahasiswa harus dibekali dengan keterampilan problem solving. Penyelesaian di masysakat tidak cukup hanya dengan berpikir kritasi, namun harus mampu menemukan dan membuat solusi.
"Berpikir kritis dan problem solving yang harus diajarkan," terang pemilik website trainerpendidikan.com ini.
Maka upaya yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi adalah mengintegrasikan tridharma perguruan tinggi yang selama ini terkesan parsial dan hanya sekedar slogan saja. Selain itu dilakukan melalui kegiatan kemahasiswaan berupa ormawa dan ekstra yang kongkrit.
"Integrasi pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat merupakan langkah strategis untuk mengembangan karakter mahasiswa selain melalui kegiatan kemahasiswaan," terang dosen STAIN Kediri itu.
Selain itu, pria yang aktivitasnya menjadi trainer diberbagai lembaga baik swasta maupun pemerintah ini dalam disertasinya merekomendasikan supaya perguran tinggi memiliki naskah akademik pengembangan pendidikan karakter. Kedua, perguran tinggi harus membuat lembaga atau unit yang bertanggung jawab penuh terhadap pengembangan karekter mahasiswa.
"Kementerian Dikti dan Kemenag harus memformulasikan kebijakan pendidikan karakter di perguruan tinggi secara kongkrit sampai pada tahap implementasinya," pinta konsultan pendidikan ini.
Wakil Sekretaris Pergunu Jawa Timur ini meminta agar perguruan tinggi juga mengakomodir dan memberikan prioritas beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki akhlaq baik selama mengikuti proses perkuliahan, tidak hanya mahasiswa yang cerdas dan berprestasi. (Rof Maulana/Fathoni)
0 Komentar